"Aku... ingin menyelamatkan Ace!"
.
.
Mengapa?
Mengapa kau selalu membuatku khawatir, Luffy?
.
.
Sebuah rantai eksekusi yang membelenggu eksistensiku.
Tirani mati yang menertawakan takdirku.
Aku tak takut.
Tak ada yang membuatku takut selain hanya kau, saudaraku.
Selain hanya... kau.
.
.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
One Piece © Eiichiro Oda
Res Ipsa Loquitur © Viero Eclipse
Pairing: Ace x Luffy
Genre: Angst/Tragedy
Rated: T
Warning: Semi AR, Sedikit hint Shonen-Ai, Bromance, Ace's
POV, Spoiler?
Don't like? Don't read!
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
"Aku tak akan mati. Aku tak akan pernah mati
dan meninggalkan adik bodoh sepertimu."
.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Marineford.
Sebuah neraka tempat aku menghitung mundur detik kematianku. Kumpulan marine
telah meludahkan tatapan hina padaku. Seakan aku lebih menjijikkan
dibandingkan seonggok sampah itu sendiri.
Ya. Mungkin aku memang sebuah eksistensi yang menjijikkan.
Sebuah eksistensi menjijikkan yang sama sekali tak pernah dibutuhkan
di dunia ini.
Dalam tubuhku, mengalir darah hina seorang Gold Roger. Raja bajak laut
pemilik harta berharga bernama 'one piece'.
Haha... Apakah aku harus bangga akan realitas itu?
Sarkas. Tentu saja tidak.
Karena fakta itulah yang membuatku dibenci. Yang membuatku semakin
menjijikkan di mata dunia. Yang membuatku harus segera dimusnahkan. Yang
membuatku harus takluk akan mati.
Aku hanyalah iblis. Aku adalah anak setan.
Dunia sudah memandangku sebagai ancaman.
Dan aku haruslah hidup tanpa mengetahui jawaban dari makna
eksistensiku sendiri.
Aku haruslah tetap hidup.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku pantas mati
Aku pantas mati seperti ayahku
Aku hanyalah eksistensi hina
Yang tak pantas berjalan di muka bumi ini
Yang tak pantas untuk bernapas
Yang tak pantas untuk bernyawa
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
"Kakek, apakah aku pantas dilahirkan ke dunia ini?"
"Suatu saat, kau akan menemukan jawaban dari pertanyaan itu...
jika kau tetap melanjutkan hidupmu."
.
.
Pernah kuguratkan sebuah pertanyaan terbesar dalam hidupku. Pada
seorang pria. Seorang pria yang sudah mengangkatku sebagai cucu angkatnya.
Monkey D. Garp.
Seorang Laksamana Madya angkatan laut yang menjadi rival dari ayahku.
Tak pernah terlintas dalam benakku bahwa, ayahku akan memberikan titah amanah
pada Garp untuk merawat dan menjagaku sesaat sebelum ayahku itu meninggal
karena tirani eksekusi. Ia tak ingin aku menderita akan takdir sebagai anak kriminal.
Dan Garp bahkan menjadikanku sebagai cucu angkatnya.
Dan berkat dirinya... akupun mendapatkan seorang saudara.
Seorang adik yang sangat amat keras kepala.
Meski kami tidak terikat dalam darah yang sama, meskipun kami bukan
sepasang saudara kandung.
Aku tak peduli akan hal itu.
Kau terlalu berharga bagiku.
Aku terlalu menyayangimu, Monkey D. Luffy.
.
.
"Mengapa kau selalu mengikutiku?"
"Aku hanya... ingin berteman denganmu."
.
.
Telah kupandang sosoknya untuk yang pertama kali. Seorang anak kecil
dengan topi jerami yang selalu tersenyum padaku. Yang mengguyurku dengan sikap
ramahnya. Yang mencoba untuk mendekatiku.
Sosok itu adalah dirimu.
Kau hanyalah seorang anak yang sangat kesepian, sama seperti diriku.
Kau selalu saja memperjuangkan harapanmu. Untuk menjadi temanku. Untuk selalu
dekat denganku. Kau dekati aku meskipun kau tahu bahwa aku membencimu. Kau
ikuti aku meskipun kau tahu bahwa aku selalu menjauh darimu. Kau hampiri aku
meskipun aku sudah meludahimu. Dan kau tetap bersamaku meskipun aku sudah
mengancam untuk membunuhmu.
Kau selalu mengikutiku...
Hingga perlahan, aku luluh padamu.
"Tolong, jaga adik kita, Ace..."
Amanah Sabo meresap dalam intuisiku. Sabo adalah kawan sekaligus
seseorang yang sudah kuanggap sebagai saudaraku. Secarik suratnya yang
tersampaikan padaku setelah ia meninggal, sungguh mampu membuatku memiliki
sebuah alasan untuk bertahan hidup di dunia yang memuakkan ini.
Dan kau... mulai berlutut.
Dalam rapuhnya egomu, kau tangisi kepergiannya. Kau tangisi esensi
Sabo yang sudah lenyap dari dunia ini. Kau tangisi kekejaman takdir yang
diberikan Tuhan kepadanya. Dan kau pun menatapku dengan segenap rajutan
harapan... yang terkoyak.
Kau memohon padaku...
Agar tidak mati.
Agar aku tidak mati seperti Sabo.
Agar aku bisa menjagamu.
Dan selalu bisa bersamamu.
"Ace... berjanjilah bahwa kau tak akan mati dan meninggalkanku.
Berjanjilah padaku bahwa apapun yang akan terjadi, kau tak akan pernah
mati."
Kedua tanganku terkepal dengan eratnya. Hanya kau satu-satunya hal
yang kumiliki di dunia. Hanya kaulah satu-satunya sebuah alasan yang membuat
hidupku berlimpah makna.
Telah kudedikasikan diriku...
Untuk hidup demi dirimu.
"Aku janji. Aku berjanji bahwa apapun yang terjadi, aku tak akan
pernah mati, Luffy..."
Dan simpulan senyum tipis itu terpapar pada parasmu. Kau tersenyum
dengan bara semangat yang baru. Aku sudah bertekad untuk hidup demi dirimu.
Dan aku akan memberikan sebuah bentangan kebebasan padamu.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekian lama janji itu terikrar dalam genangan
masa
Sekian lama kita arungi hidup dalam kebersamaan
Sekian lama kita berpisah dalam jalan berbeda
bernamakan bajak laut
Sekian lama pula kau selalu menjadi prioritas
hidupku
Dalam untaian kesempatan, kita pun bertemu
Dalam batas durasi yang singkat, kita terpisah
lagi
Dalam segenap rangkaian artifak takdir kita yang
menyatu
Janji yang pernah kuikrarkan telah berada di
ujung tanduk...
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
"Luffy akan berada di sini. Di Impel down... untuk
menyelamatkanmu."
"A-Apa?"
.
.
Seakan ada sebuah racun yang menghancurkan sistem kinerja nalarku di
saat Boa Hancock, salah seorang Shichibukai mulai menyampaikan distopia
itu padaku.
Monkey D. Luffy.
Adikku... Dirimu...
Menuju Impel down.
Untuk menyelamatkanku.
Deretan gigiku tergertak penuh amarah. Aku tertunduk bisu, menggigil
dalam rasa cemas yang begitu memuncak. Pandanganku seakan blur untuk
sesaat. Aku ingin menyangkal semua ini. Kau tak boleh datang. Kau tak boleh
datang kemari.
Kau tak boleh datang kemari, Luffy!
Aku berada di Impel down karena kegagalanku dalam
memperjuangkan kejayaan Shirohige. Karena kegagalanku dalam menuntut
balas. Aku bertekuk lutut di hadapan Kurohige setelah bersusah payah
bertarung dengan segenap perlawanan dan kekuatanku. Dan aku pun kalah. Gemuruh
apiku tak sanggup mengantarku pada gelar kemenangan. Mereka menyerahkanku pada
pemerintah. Membuang jasadku dan menyekapku dalam penjara Impel down.
Dan pemerintah sudah memutuskan untuk menjatuhkan eksekusi mati
padaku.
Putra Gold Roger haruslah mati.
Anak setan sepertiku haruslah dibinasakan.
Tak ada lagi alasan bagi dunia untuk menerima kehidupanku.
Aku pasrah akan vonis itu.
Tapi di saat aku tahu kenyataan...
Bahwa kau mencoba mengintervensi ketetapan takdirku.
Aku tak terima.
Tak seharusnya kau melakukan hal ini!
.
.
"Bawa aku ke Impel down! Aku ingin menyelamatkan Ace!"
Dasar idiot...
"Aku tak akan membiarkan kakakku mati!"
Keras kepala...
"Aku ini adiknya!"
Dan aku ini kakakmu!
"Kembalikan Ace padaku!"
Kenapa kau tak pernah sekali saja mendengarkan peringatanku, hah?
.
.
"Aku tak terlalu mengenal wanita itu. Mungkin saja ia berbohong
mengenai adikmu, Ace-san."
Aku tahu bahwa Jinbe, salah seorang Shichibukai yang kini
berada di satu sel tahanan denganku sedang mencoba menghunuskan secercah logika
pada nalarku. Ia ingin aku berpikir rasional dan tak terlalu mempercayai
perkataan Boa Hancock.
Akan tetapi...
Hanya aku yang tahu mengenai watakmu.
Hanya aku yang mengenalmu dengan baik, Luffy.
Bukan pula Jinbe. Bukan pula wanita bernama Hancock itu. Bukan pula
siapapun.
Hanya aku.
Hanya aku yang paham akan watak adikku!
Kita cukup dekat di saat dini...
Dan aku tahu bahwa kau... tidak akan pernah berubah!
"Kau tak mengenalnya, Jinbe! Itulah Luffy! Selalu saja melakukan
hal yang ceroboh! Selalu melakukan hal gila! Keras kepala! Selalu saja
membahayakan dirinya sendiri! Tak pernah mau mendengarkan nasehatku dan selalu
saja membuatku khawatir! Dasar adik bodoh! LUFFY BAKA!" jeritanku
menggema di penjuru sel. Cukup mampu untuk membuat Jinbe membisu. Cukup mampu
untuk membuatnya percaya bahwa aku sangat mengkhawatirkan adikku. Cukup mampu
untuk membuatnya tahu bahwa aku terlalu menyayangimu.
Frustasi.
Nalarku gila mencemaskanmu.
Intuisiku menjerit, memohon agar kau tak datang kemari.
Agar kau tak menuruti egomu yang keras kepala itu!
Aku tak ingin kau mati.
Mengapa kau selalu saja menyiksaku dengan membuatku khawatir seperti
ini, Luffy?
MENGAPA!
.
Aku sudah terlihat seperti orang yang kehilangan kewarasannya. Dan
sekujur tubuhku gemetar. Aku tertunduk diam. Kusematkan permintaan pada Jinbe.
Aku butuh seseorang untuk melindungimu...
Jika memang pada akhirnya aku harus mati nantinya.
"Tolong jaga dia untukku, Jinbe. Lindungilah adikku..."
Aku tahu bahwa Jinbe mungkin tidaklah tertarik untuk melindungi orang
yang belum ia ketahui sebelumnya. Tapi aku percaya...
Aku percaya bahwa kau bisa membuatnya berubah pikiran dan
melindungimu.
Seperti di saat dulu...
Saat ketika kau datang dalam hidupku dan mengubahku seutuhnya.
Semua orang menganggapku sampah.
Tapi bagimu, aku ini berharga.
.
.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lonceng eksekusiku berdentang
Memperingatkan bahwa maut sudah menungguku
Dua bilah pedang bersilang tepat di atas kepalaku
Mendongak...
Kutatap langit untuk yang terakhir kali
Dan di saat itulah kau datang padaku
Kau sungguh tidak berubah...
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
"ACEEE!"
"Lu-Luffy...?"
.
.
Gemuruh jeritan menantang langit musuh, menggemakan namaku dengan
kerasnya. Jeritan itu juga seakan menghentikan detak jantungku. Karena jeritan
itu berasal dari mulutmu. Kau telah menjeritkan namaku.
Dan kau sungguh datang kemari.
Kau sungguh ingin menyelamatkanku. Dan kelompok Shirohige juga
tampak membantumu. Menjadi pedangmu untuk menantang benteng marine. Aku
terperangah menatap kalian. Menatap aksi nekat kalian yang ingin memperjuangkan
eksistensiku yang rendahan ini.
Mengapa?
Mengapa kalian mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan orang
sepertiku?
"Jangan halangi aku! Aku ingin menyelamatkan Ace! Aku akan
menyelamatkannya meskipun hal itu akan membuatku mati sekalipun!" kau
terus berlari. Menerobos ratusan marine yang menghadangmu. Tak ada
resonansi gentar di dalam dirimu sedikitpun. Kau hanya ingin menyelamatkanku.
Hanya itu.
"Jika kau tidak ke tempatnya, Ace akan mati, Luffy!"
"Aku akan menyelamatkan Ace! Aku pasti akan menyelamatkan Nii-chan!"
"Hah! Sebagai kesatuan dari marine, Kakek tak akan
membiarkanmu untuk maju lebih dari ini, Luffy."
Dan kau tahu bahwa banyak yang menentang keinginanmu. Segenap marine
menentangmu. Pemerintah menentangmu. Seluruh dunia menentangmu. Bahkan kakek...
Garp...
Ia tak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan eksekusiku. Ia adalah
bagian dari marine. Meski ratusan peluru penyesalan menembus pelipis
logikanya, ia tak akan bisa mengubah ini.
Ia berharap agar kita dapat menjadi seorang pelaut yang kuat.
Agar kita menjadi anggota angkatan laut yang hebat sepertinya.
Dan kita menentangnya.
Kita lebih mencintai kebebasan daripada kekangan, Luffy.
Menjadi bajak laut adalah pilihan hidup kita.
Dan dalam garis takdir seperti ini... ikatan kita tak akan terputus.
.
.
"Kenapa kau datang kemari, hah! Pulanglah! Aku tak butuh
diselamatkan oleh orang lemah sepertimu!"
"Aku tak peduli! Aku akan tetap menyelamatkanmu!"
"Kau... tidak mengerti. Aku tak akan pernah mau memaafkanmu jika
kau tetap melakukan hal ini, Luffy! Pulanglah, bodoh! CEPAT PERGI DARI
SINI!"
"AKU TAK AKAN PERGI! KARENA AKU ADALAH ADIKMU! AKU AKAN TETAP
MENYELAMATKANMU MESKI HAL INI AKAN MEMBUATKU MATI, ACE!"
.
.
Sungguh persisten.
Pedang determinasimu telah membawamu ke tempatku.
Kau berhasil menyingkirkan kakek.
Dengan lantang, kau terus maju.
Hingga pada akhirnya, kau berdiri tepat di hadapanku.
Di tengah napas tersengal itu...
Kau simpulkan senyum lebarmu.
Kau tersenyum lembut padaku.
.
.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
"A-Aku berhasil! Ace! Aku berhasil!"
"Kau... sungguh tak pernah berubah, Luffy.
Selalu saja melakukan hal gila. Selalu saja melakukan hal ceroboh seperti ini.
Tak pernah berhenti membuatku khawatir. Tak pernah mau mendengarkan
perkataanku!"
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
Dibalik tirai kekhawatiranku...
Kau akan menemukan jendela kebanggaanku.
.
.
Terkadang, aku sungguh bangga padamu. Tekad bajamu itu tak akan pernah
bisa kuruntuhkan. Meski aku memohon dan menyembah kakimu agar kau tak datang
menyelamatkanku, sungguh percuma. Kau pasti tetap akan datang padaku.
"Ace... Aku berhasil!"
Kau tampak begitu ceria. Menatapku dengan bahagia. Senyum lebarmu yang
selalu kurindukan itu... kau berikan hal itu secara cuma-cuma padaku.
"Dasar adik bodoh..."
Aku hanya dapat tersenyum dengan kamuflase sarkas. Aku khawatir
padamu. Itu karena titah rasa sayangku yang terlalu berlebihan padamu. Karena
aku sangat peduli padamu. Karena kau adalah orang yang terpenting dalam
hidupku.
Dan aku juga tak dapat egois...
Aku tak bisa memaksamu untuk berdiam diri membiarkanku mati.
Kau tak akan terima dengan realitas kelam seperti itu.
Namun... aku juga tak berharap...
Untuk membuatmu kecewa seperti ini.
.
.
"Shirohige hanyalah kelompok bajak laut pengecut! Hanya
bisa melarikan diri seperti itu! Kumpulan derajat rendahan, sama seperti
pemimpin kalian yang tak berguna! Hah! Sekian tahun pimpinan kalian menjadi
bajak laut yang memimpin Shirohige, ia tak akan pernah mendapatkan
kejayaan!"
Sungguh brengsek!
Akainu, admiral marine itu sudah berani menghina Shirohige.
Ia bahkan menghina pimpinan Shirohige yang sudah mengangkatku sebagai
putranya. Ia telah merendahkan 'Bapak'. Shirohige adalah segalanya
bagiku. Shirohige adalah sebuah medan keluarga yang mau menerima
eksistensiku. Shirohige adalah harga diriku...
Dan admiral bajingan itu dengan entengnya menghina mereka
seperti itu.
Bapak... sudah rela menghadang segenap marine untuk memberiku
jalan agar bisa kabur dengan yang lain. Ia mempertaruhkan nyawanya untuk
melindungi kami. Ia sudah mengajarkanku banyak hal. Melimpahkan segenap
kebaikkannya padaku!
Dan kini...
Indra pendengaranku seakan terbakar saat figur bapak angkatku
dilecehkan seperti ini. Bersama dengan segenap anggota bajak laut Shirohige,
keluarga besarku.
Sialan!
Salahkah jika amarah menguasai nalarku?
"Jangan dengarkan dia, Ace!"
"Dia ingin memancingmu agar kau tidak kabur! Jangan pedulikan
dia!"
"Ace! Jangan diam saja di situ! Cepatlah lari!"
Aku tahu.
Aku tahu bahwa ia hanya memancingku. Sengaja membuatku marah seperti
ini.
Aku tahu bahwa ini hanyalah perangkap.
Akan tetapi...
Apa aku bisa tahan jika Shirohige dihina seperti ini?
Jika 'bapakku' dilecehkan seperti ini?
"Ace..." kau mulai cemas menatapku, Luffy. Kau tahu bahwa
nalarku dikuasai bara amarah saat ini. Dan akupun mulai melangkah ke arah
sebaliknya.
Aku mulai menghampiri Akainu.
Tak mengindahkan panggilanmu.
Dan di saat itulah aku tahu...
Bahwa keputusanku ini... adalah sebuah kesalahan yang fatal.
.
.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kecerobohan...
Tak seharusnya aku termakan amarah
Tak seharusnya aku terbuai dengan perangkap semu
itu
Ia terlalu kuat, bukan tandinganku
Aku gugur dalam kekalahan
Dan di saat kalimat hinaan kembali ia gemakan
Aku tersungkur dalam ketidakberdayaan
Dan ia mengincar nyawamu
Di saat itulah janji yang selama ini sudah
kuikrarkan... telah kuingkari.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
"Aku tak menyangka bahwa putra dari Gold Roger dan putra dari
Monkey D. Dragon bisa menjadi sepasang saudara seperti ini. Dalam tubuh kalian
telah mengalir darah iblis kriminal yang paling berbahaya bagi dunia ini.
Takdir kalian sama. Kalian harus mati. Lihatlah apa yang akan aku lakukan ini,
Portgas D. Ace..."
"H-Hah?"
Distopia yang menjadi ketakutanku telah terjadi. Aku hanya dapat
tersungkur ke bawah setelah mengalami kekalahan atas baku hantamku dengan
Akainu. Lagi-lagi admiral itu menghinaku. Menghinamu. Dan ratusan katana
seakan menghunus jantungku di saat Akainu mulai mengarahkan serangan ke arahmu.
Ia... ingin membunuhmu.
"LUFFY!"
Dan kau hanya dapat menatap nanar akan hal itu. Tenagamu sudah habis
dan ukiran luka di sekujur tubuhmu telah berhasil membuatmu tertahan dan tak
dapat menghindar dari serangan Akainu. Kau pucat. Admiral bajingan itu
hendak memukulmu dengan kepalan tangan berlumur magma yang mengerikan itu.
Tidak. Tak akan kubiarkan kau mati.
Tak akan pernah kubiarkan kau mati, Luffy!
CRAATT!
"Khhkkk... AARRGGHH!"
"ACE!"
Alur masa seakan terhenti sesaat. Secarik kertas putih yang merupakan vivre
cardku semakin hangus menjadi bulir debu. Kertas itu adalah simbolik
kelangsungan jiwaku. Hangusnya kertas itu telah menandakan bahwa ajalku
mendekat. Pandanganku mulai blur. Begitu panas. Kepalan tangan berlumur
magma milik Akainu kini tampak menembus punggung hingga perutku. Organ dalamku
hancur terbakar. Napasku tersengal. Dan lumuran darah mulai berguguran dari
mulutku. Anehnya, di tengah rasa sakit yang luar biasa menyiksa jasadku itu...
Aku seakan ingin tersenyum.
Karena apa?
Karena aku... sudah berhasil melindungimu.
"A-ACE!"
Maaf jika aku membuatmu kecewa. Aku sudah membuatmu syok dan
terguncang seperti itu. Kau topang tubuhku. Kau menjeritkan namaku. Kau
mendekapku dengan sangat erat. Dan aku... hanya dapat mempertahankan diri untuk
mengucapkan pesan terakhirku di tengah regangan nyawa ini.
.
.
Sudah kuduga.
Shirohige marah akan kenyataan ini. Mereka semua lantas
menyerang figur Akainu. Meskipun mereka tahu bahwa hal itu sia-sia. Meskipun
mereka tahu bahwa admiral itu terlalu kuat. Meskipun mereka tahu bahwa
yang mereka lakukan itu tak akan mengubah keadaan. Aku pasti akan mati pada
akhirnya.
Aku tak bisa bertahan lagi.
Bahkan kakek juga terlihat marah. Ia ditahan ke tanah oleh rekannya.
Menahan diri agar tidak membunuh Akainu. Aku sungguh senang dengan responnya
itu. Karena hal itu menunjukkan bahwa ia masih peduli padaku. Pada cucu
angkatnya ini.
"A-Apa yang kalian lakukan? Cepat tolonglah, Ace! Dia membutuhkan
pertolongan! Ku-Kumohon tolonglah dia! TOLONGLAH DIA!"
Bulir air matamu berguguran tanpa henti. Semua hanya terdiam menatap
kita. Aku tak akan bisa bertahan, Luffy. Organ dalamku benar-benar sudah
hancur.
"Ma-Maafkan aku, Luffy... Kau sudah susah payah menyelamatkanku
namun... aku sudah menyia-nyiakannya seperti... ini... khhkkk..."
"A-Apa yang baru saja kau katakan, hah? Kau jangan bercanda, Ace!
Kau pasti bisa bertahan! Ka-Kau su-sudah berjanji padaku! Kau akan tetap hidup
dan tak akan mati apapun yang terjadi! KAU SUDAH BERJANJI PADAKU, ACE!"
Isak tangismu semakin mengeras. Kau semakin mendekap tubuhku dengan
erat. Aku hanya dapat mengulum senyuman miris.
Sungguh...
Aku tampak seperti seorang... pembohong biadab.
Tak ada kata lagi yang bisa kuucapkan padamu. Kecuali...
.
.
"Ma... M-Maa... af..."
.
.
Aku tahu bahwa permintaan maafku tidaklah cukup untuk menebus segenap
kesalahanku padamu. Aku tahu bahwa yang kukatakan ini hanya akan membuat borok
di hatimu semakin menganga. Aku tahu bahwa yang kuucapkan ini akan membuatmu
semakin sakit. Tapi sungguh, betapa inginnya aku meminta maaf padamu. Karena
pengingkaran janji ini. Karena aku harus pergi dan meninggalkanmu.
Karena pada akhirnya, aku hanya bisa membuatmu terluka...
"Ka-Kau sudah berjanji, Ace... Sudah berjanji... Uhuhkkggh...
ukhh..."
Dosa semakin menghantam peluh jiwaku di saat kau menjadi semakin rapuh
seperti ini. Aku sudah menyiksamu. Aku sudah menyakitimu. Kau, seseorang yang
kusayangi, yang seharusnya kulindungi, yang seharusnya tetap kujaga hingga
akhir nanti...
Aku sudah menyia-nyiakanmu, menyia-nyiakan harapanmu.
Aku memang bukan seorang kakak yang baik karena sudah membuat adiknya
menangis seperti ini.
Jahat.
Predikat itu sungguh pantaslah aku sandang.
Tapi apa kau tahu, Luffy?
Aku rela mengingkari janjiku seperti ini.
Aku rela menyia-nyiakan nyawaku.
Aku rela mati.
Asalkan kau hidup.
Asalkan kau masih bisa bernyawa di muka dunia ini.
Asalkan kau bisa meraih mimpimu.
Aku sangat sayang padamu, Luffy.
.
.
Aku... sangat mencintaimu.
.
.
"Ace..."
"Bapak... Semuanya... Lalu, Luffy... Hingga hari ini, aku yang
keturunan setan ini... TERIMA KASIH TELAH MENCINTAIKU..." air mataku
berguguran dengan sendirinya dari pelupuk mataku. Isak tangismu juga semakin
membara di telingaku. Kusimpulkan seulas senyumku yang terakhir. Sebelum
jasadku terbujur kaku bersamaan dengan hembusan nafas terakhirku ini...
Terima kasih.
Aku sudah menemukan makna hidupku.
Dan meskipun aku tak diijinkan bersamamu lebih lama lagi.
Aku tak menyesal, Luffy.
Selama ini aku sudah mendapatkan sebuah harta yang begitu berharga
darimu.
Aku adalah orang yang mendapatkan... cintamu.
Aku adalah orang yang kau cintai.
Dan terkadang, aku sungguh bersyukur karena kita tak terikat dalam
ikatan darah.
Karena apa?
Karena dengan begitu...
Aku bisa mencintaimu melebihi siapapun, Luffy.
Aku bisa mencintaimu dengan segenap hatiku ini.
.
.
Tuhan telah mencabut hakku atas jasadku sendiri.
Aku tak memiliki hak lagi untuk bernyawa.
Dekapanku terlepas dari tubuhmu.
Jatuh...
Jasadku jatuh ke bawah. Jatuh di hamparan tanah yang keras.
Indra penglihatan meredup. Menutup dengan damai.
Simpulan senyum terakhirku merekah dengan tenangnya.
Dalam gemuruh tangis tanpa suara.
Thank you, my little brother...
I'll always love you... forever...
.
.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hembusan angin memburai bulir-bulir tangis
Yang ditinggalkan kini terluka parah dengan
semangat hidup yang sudah hancur
Api yang pernah membara itu sudah tiada
Tiada dengan mempertahankan sebuah senyum di saat
terakhir
Sang adik tertunduk lemas
Nalar membuta, menyangka bahwa ini hanyalah mimpi
buruk belaka
Namun kejamnya realitas sudah mengoyak logikanya
Mengguratkan fakta bahwa esensi sang kakak sudah
tiada
Ia tak lagi hidup dalam hamparan bumi ini
Ia tak akan bisa dilihat lagi
Dalam kelamnya kenangan akan janji di masa lalu
Takdir tak akan pernah mengijinkan janji itu
untuk terwujud
Sang adik tengah merapuh
Meski sang kakak telah mengguratkan luka dalam
intuisinya
Ia tak akan berhenti...
Ia tak akan berhenti untuk mencintai sang
kakak... selamanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
Dalam hamparan taman luas. Sang adik menguntai senyum sendu. Kedua
mata hitam itu menatap lekat pada sang kakak. Mulutnya menggemakan sebuah
permohonan semu. Menggemakan sebuah permohonan retoris.
"Nii-chan."
"Hmm?"
"Janganlah mati. Apapun yang terjadi..."
...
Hening.
Seulas senyum tersimpul di mulut sang kakak. Secara pelan, ia mendekap
tubuh mungil sang adik. Meski takdir tak akan pernah mewujudkan janji itu...
Ia akan tetap berikrar dengan segenap kesungguhan hatinya.
"Aku tak akan mati. Aku tak akan pernah mati
dan meninggalkan adik bodoh sepertimu."
FIN
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
A/N: Dedicated for Ace. Feb 14 2011

0 komentar:
Post a Comment